Senin, 31 Mei 2010

tajuk rencana

Tajuk rencana
Keberhasilan POLRI dari aksi terorisme

Kinerja POLRI dalam memberantas jaringan terorisme di Indonesia memang perlu untuk diacungkan jempol, serta diberikan ucapan selamat yang sebesar – sebesarnya atas kesigapan setiap anggota dalam mengatasi masalah aksi tersebut.

Menanggapi peristiwa tersebut Kapolri Bambang Hendarso menuturkan bahwa “kami beserta para anggota kepolisian akan selalu siap dan cepat dalam menanggulangi masalah terorisme.” Bermula dari tertangkapnya gembong teroris Amrozi cs nampaknya membuat gerah para terorisme untuk membalas dendam. Aksi yang dilakukan oleh kepolisian sangat rapi serta terpola agar tidak mudah tercium oleh kelompok tersebut, namun dalam aksinya jutru penyergapan tersebut membuat kecemasan warga yang berda disekitarnya.

Tindakan saling baku tembak yang dilakukan antara pihak kepolisian dan terorisme belum efektif, karena faktanya banyak teroris yang mati tertembak dilokasi penggerebekkan. Akibatnya Polisi pun juga tidak dapat mendapatkan informasi yang lebih mendalam tentang jaringan terorisme yang semakin lama semakin luas.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono merasa puas atas kinerja selama ini yang dilakukan oleh pihak Kepolisian beserta para anggotanya yang ikut serta membantu dalam penyergapan terorisme. Kesuksesan POLRI mendapatkan applause dari berbagai pihak yang setuju akan musnahnya aksi – aksi terorisme. Namun peran Kepolisian belum berakhir begitu saja sampai disini, dikarenakan jaringan yang selama ini ada, belum semuanya terselesaikan.

Bukan tidak mungkin aksi terorisme akan lenyap selamanya dari bumi ini, asalkan dalam memberantas aksi tersebut dibutuhkan kerjasama antar masing – masing pihak. Diharapkan, agar aksi tersebut tidak akan terulang lagi untuk selamanya.
Abimanyu Adi Putra / 153080032(A)

Tajuk Rencana

Indoktrinasi Agama

TERORISME adalah serangan - serangan terkoordinasi yang bertujuan membangkitkan perasaan teror terhadap sekelompok masyarakat. Akhir - akhir ini penggerebekan terorispun banyak terjadi. Indoktrinasi agamapun menjadi kedok.

Aksi terorisme tidak hanya ada di Indonesia saja, tetapi di negara lainpun aksi terorisme juga terjadi. Seperti di Amerika saat peristiwa 11 september WTC yang menggemparkan berbagai pihak oleh aksi terorisme Osama Bin Laden. Aksi terorisme yang terjadi di Indonesia, tepatnya di Kuta, Bali juga menggemparkan berbagai pihak. Banyak turis mancanegara yang tewas saat itu. Dampak pengeboman Bali yang di lakukan oleh Imam Samudera dan kawan - kawannya itu menjadikan negara tetangga mengeluarkan travel warning ke Indonesia yang mengakibatkan industri penerbangan dan industri pariwisata macet.

Kegigihan Detasemen Khusus 88 Antiteror ( Densus 88 ) memburu para pelaku teror patut diacungi jempol. Salah seorang tokoh penting dalam pengeboman Hotel JW Marriott dan Ritz-Carlton, Ibrohim berhasil di lumpuhkan. Kemudian menyusul Noordin M Top yang disergap di Mojosongo, Jebres, Solo, Jawa Tengah. Kesuksesan Densus 88 menewaskan warga berkebangsaan Malaysia tersebut, tak pelak memberikan secercah harapan terhadap berbagai upaya, baik yang dilakukan pemerintah maupun masyarakat, dalam menekan penyebaran terorisme di Indonesia.

Legitimasi agama yang ada di balik berbagai aksi teror menimbulkan keheranan bagi beberapa kalangan. Sebab, dalam terorisme, agama begitu mudahnya bermetamorfosis menjadi drakula yang dengan dingin mengisap darah orang - orang tidak berdosa.
Apakah agama patut menjadi kedok aksi kejahatan ? Menurut mantan rektor Universitas Islam Negeri ( UIN ) Syarif Hidayatullah, Prof. DR. Azyumardi Azra dalam rangkaian sosialisasi Barisan Tolak Terorisme, bahwa salah satu cara yang sering digunakan teroris adalah dengan membawa - bawa agama dalam perekrutan. Indoktrinasi seringkali dilakukan oleh orang - orang asing dengan berkedok mengadakan kegiatan keagamaan di lingkungan setempat.

Indoktrinasi yang di tanamkan oleh pihak teroris sangat mudah di pahami oleh orang awam yang sama sekali tidak peka terhadap agamanya. Seharusnya agama janganlah dijadikan kedok untuk melakukan kejahatan apapun walau aksi ini di anggap sebagai aksi jihad oleh segelintir orang. Kedok agama berarti sama saja menjatuhkan nama agama itu sendiri. Agama merupakan hal yang paling sensitif bagi setiap orang.

Pengatasnamaan teroris terhadap suatu agama dirasa bukan hal yang bijak, karena sama saja mereka hanya berlindung dari agama mereka sendiri. Oleh sebab itu diharap bagi semua kalangan, pihak, maupun masyarakat setempat agar mau berpartisipasi dalam pemberantasan terorisme agar terorisme di Indonesia tidak semakin merajalela.
( HANINDIAH ARINI DEWI - 153080031 )

Sabtu, 29 Mei 2010

tajuk rencana

Main Hakim Sendirikah Polisi Dalam Memerangi Terorisme

Kesigapan polisi Indonesia terhadap jaringan terorisme yang ada saat ini dapat dikatakan jauh lebih siap dibanding sebelum terjadinya Bom Bali 1.

Semenjak adanya peledakan Bom Bali 1, 2002 silam, Indonesia di cap oleh masyarakat dunia sebagai negara sarang teroris. Kejadian itu, membangunkan pemerintah untuk meningkatkan keamanan nasional kita. Mereka mengutus polisi untuk lebih sigap dalam menangani terorisme. Kesigapan para polisi tersebut terwujud dengan tertangkapnya teroris-teroris yang dianggap berpengaruh dalam peledakan yang terjadi di Indonesia dalam beberapa tahun belakangan ini.

Kesuksesan polisi dalam menangani terorisme terlihat sejak ditangkapnya otak pengeboman Bom Bali 1 tidak lama setelah insiden itu terjadi. Penangkapan yang dilakukan polisi juga membuahkan hasil, dengan ditangkapnya mereka hidup-hidup. Penangkapan itu, lama kelamaan membuahkan informasi yang signifikan bagi kepolisian untuk mencari daftar teroris yanng ikut serta dalam pemboman yang terjadi di Indonesia.

Penangkapan polisi berdasarkan pada tersangka pemboman sebelum-sebelumnya, menuntun mereka menuju tersangka pencarian teroris menuju kesuksesan. Akan tetapi, penangkapan yang dilakukan saat ini oleh polisi dianggap tidak tepat. Mengapa penangkapan tersebut dikatakan tidak tepat? Hal itu dikarenakan, polisi main hakim sendiri dalam menegakkan keadilan bagi para teroris.

Penangkapan yang dilakukan oleh polisi saat ini dianggap sangat gegabah. Hal itu terlihat dengan banyaknya tersangka terorisme yang dianggap memiliki kekuasaan di tembak mati di tempat. Tindakan tembak di tempat memang diperlukan, apabila tersangka melawan dan polisi sudah tidak bisa menanganinya lagi. Akan tetapi, tindakan yang dilakukan oleh polisi ini juga merugikan bagi pemerintah maupun pihak kepolisisan itu sendiri.

Selain polisi tidak mendapatkan informasi yang berharga dari tersangka, polisi juga telah melanggar hak asasi mereka. Tidak hanya itu, saat ini kepolisian terkadang juga meminta bantuan media untuk mendapat informasi. Padahal sepert yang terjadi saat penggrebekan teroris yang dilakukan di Temanggung, media menyiarkan penggrebekan itu secara nasional. Bukannya membantu polisi dan menginformasikan kejadian pada masyarakat, penyiaran itu juga dapat membantu jaringan teroris untuk mendapatkan informasi bagi jaringan mereka.

Penangkapan yang dilakukan oleh kepolisan saat ini di nilai kurang efisien. Walaupun kepolisian merupakan salah satu petugas penegak keadilan di negeri ini, tetapi yang berhak menentukan hukuman apa yang pantas bagi tersangka teroris adalah pengadilan. Bukannya kepolisian yang main hakim sendiri.
(Anggun Anindya S/153080018)

OPINI

Petualangan Susno Pembenar atau Pembohong

Kenalkah anda dengan pak Susno? Komjen Susno Duaji adalah mantan Kabareskrim Mabes Polri yang namanya akhir-akhir ini melesat bak artis baru.

Akhir-akhir ini dimedia cetak ataupun elektronik dibuat bingung oleh Pak Susno. Hampir semua media massa memberitakan gerak-geriknya. Mulai dari dia datang ke DPR meminta perlindungan, datang ke Mabes Polri sebagai saksi hingga jadi tersangka.

Jendral bintang tiga ini disebut-sebut terkait dengan mafia kasus di dalam tubuh Polri. Tak hanya itu saja, Susno dengan segenap keberaniannya membuka siapa-siapa yang terkait dalam maklar kasus di instansinya. Beberapa nama pun digigit Susno sebagai pemainnya, termasuk anak buahnya Kompol. Arafat yang menangani kasus Pajak yang melibatkan Gayus Tambunan.

Babak untuk Susno
Hari demi hari telah dilewati dalam petualangannya, Susno semakin liar dalam memberikan keterangannya. Setelah menggigit Kompol Arafat, dia mulai menerkam Sahril Johan. Sahril Johan disebut Susno sebagai Markus (Maklar Kasus). Menurutnya, Sahril Johan terlibat dalam kasus sengketa PT. Arwana Lestari.

Seperti Gayus yang ditangkap di luar negeri, Sahril Johan pun diduga melarikan diri ke luar negeri. Tapi, upaya polisi menangkap SJ tak hanya sampai disitu. Alhasil, SJ akhirnya menyerahkan diri dan pulang ke tanah air.

Kepulangan SJ sudah dinanti para penyidik. Tidak membuang waktu, SJ langsung dibawa ke Mabes Polri dan dimintai keterangan atas keterlibatannya. Dalam keterangannya, SJ menyebut Susno ikut menikmati buahnya. Tetapi Susno tetap bersih kukuh tidak menikmatinya.

Keterangan SJ ini diperkuat oleh para tersangka yang telah digigit Susno, tak hanya itu, barang bukti yang dikantongi polisi juga menuding Susno ikut terlibat. Susno pun diperiksa, selama beberapa jam menjalani pemeriksaan, Petualangan Susno pun akhirnya berakhir. Media massa pun sekarang sudah jarang dan bahkan tidak menayangkan berita tentang Susno dan kawan-kawan setiap harinya.
Anggun Anindya S (153080018)

KOLOM

Sandi, Balita “Sangar”


Apa jadinya negeri kita kelak?
Bagaimana nasib negeri ini saat di pegang oleh pemuda-pemuda saat ini. Pertanyaan seperti ini mungkin yang akan terfikir dibenak anda, saat melihat video “Sandi bocah perokok dari Malang”.

Dalam video itu, Sandi Adi Susanto, sedang direkam sambil merokok dan berkata-kata kasar serta jorok. Begitu mirisnya hati ini ketika melihat bocah empat tahun ini, bagaimana tidak? Seorang bocah kecil yang seharusnya menikmati masa kecilnya dengan bermain dan bimbingan orang tua untuk tumbuh kembangnya harus teracuni dengan kata-kata dan perilaku bejat orang disekitarnya.

Seperti halnya kain putih, bila kain itu terkena noda kotor pasti akan jelek, lain halnya bila kain putih itu diwarnai dengan warna-warni, pasti kelihatan bagus. Itulah sebagai gambaran kepada para orang tua untuk mendidik anaknya, dan didikan itu pula sebagai dasar tumbuh kembangnya serta untuk Indonesia kelak.
Anggun Anindya S (153080018)

Jumat, 28 Mei 2010

TAJUK RENCANA

POLISI vs Terorisme

Menjamurnya terorisme di tanah air membuat pihak kepolisian bekerja secara ekstra.

Kasus terorisme di Indonesia mulai popular sejak bom Bali I, dengan sasaran para warga asing yang berada di Indonesia. Tak lama setelah aksi pemboman Amrozi cs ditangkap sebagai dalang pemboman di Pedis cafĂ© dan sari’s club Bali.

Ditangkapnya Amrozi cs ternyata bukan akhir dari petualangan terorisme di Indonesia. Tumbuh pemain baru seperti DR Azhari dan Noordin M.Top besreta pengikutnya. Keberadaan duo ini telah mewarnai sejumlah aksi pemboman di tanah air seperti di Kedubes Australia, bom Bali II, Hotel JW Marriot I dan II, Ritz Calton.

Petualangan DR. Azhari berakhir setelah ditembak Densus 88 di Batu Malang, sedangkan pasangannya Noordim M.Top ditembak di Solo belum lama ini. Sebelum petualangan Noordin berakhir Polisi terlebih dahulu menembak mati Ibrohim di Temanggung.

Tak hanya mereka bertiga yang ditembak polisi saat penggrebekan, beberapa teroris seperti Saefudi Jaelani dan Kakaknya juga ikut ditembak mati saat penggrebekan di Jakarta. Tak hanya itu saja belum lama ini Polisi juga menembak mati teroris di Aceh dan di Pamulang.

Sebelum Kepolisian melakukan penggrebegan, terlebih dahulu mereka melakukan pengintaian dan observasi. Itu semua dilakukan agar tidak terjadi salah penangkapan.

Dilakukannya penembakan ditempat, itu sudah diperhitungkan oleh Polisi, karena saat itu ada perlawanan dari pihak teroris, para teroris juga membawa senjata dan bom yang setiap saat dapat meledak,. Selain itu pihak kepolisian sudah memberikan peringatan, tapi mereka tidak menghiraukannya dan cenderung melawan, karena para teroris beranggapan bahwa mereka itu jihad dan akan mati sahid.

Bila saat penggrebegan para teroris menyerah dan tanpa perlawanan, Polisi tidak akan pernah menembaknya. Tetapi kalau mereka tidak dilumpuhkan terlebih dahulu, akan membahayakan orang-orang disekitar TKP dan akan menelan banyak korban jiwa.
ARIS HANUNG SETYAJI/153080045

Selasa, 18 Mei 2010

opini

KEBUTUHAN VS GAYA HIDUP

Masyarakat pada umumnya ingin dianggap unggul diantara orang lain. Meski hal tersebut kenyataannya belum sesuai dengan kebutuhan. Banyak masyarakat yang hidup dalam “kebohongan”, dikarenakan faktor keadaan yang menuntut mereka untuk berbuat seperti ini. Belum lagi pengaruh media yang tidak mampu menampilkan tayangan sehat. Bagi kebayakan orang yang kami temui, mereka menganggap hal ini sah – sah saja, namun itu bagi mereka yang berkecukupan serta mampu berfikir terhadap kebutuhan yang sesuai.
Disisi lain masih banyak rakyat miskin yang hidup dalam keterpurukan moral, serta pendidikan. Ditambah kehidupan teknologi yang saat ini semakin merajalela, membuat mereka sendiri merasa ingin memiliki barang tersebut. Sulit sekarang untuk membandingkan yang dimaksud dengan kebutuhan dan gaya hidup, bahkan belum lama ini kami menjumpai sekelompok pengemis jalan untuk kami mintai keterangan. Tetapi banyak dari mereka yang memiliki HP sebagai pelengkap gaya hidup.
Lalu gambaran yang selama ini kita menganggap bahwa rakyak miskin itu kekurangan makan, tidak memiliki tempat tinggal apakah benar? Atau hanya karena kemalasan hidup mereka saja yang tidak ingin bekerja namun bisa memiliki penghasilan yang besar, seperti halnya yang ditampilkan dalam tayangan televisi saat ini? Kontroversi yang layak kita jalani dengan semakin berkembangnya tehknologi, tanpa adanya kesiapan moral serta pendidikan dari masyarakat bangsa ini.

Abimanyu Adi Putra / 153080032 (opini).